Terbaru




Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

BERANDA



Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak di Tempat Ibadah




Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Sleman menyelanggarakan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak di Masjid Besar Al-Madina Cangkringan Selasa, 15 Agustus 2023.

Takmir Masjid Besar Al-Madina, H. Amir Fauzi, S.Ag., sebagai tuan rumah menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Dinas P3AP2KB Kabupaten Sleman yang telah menjadikan Masjid Besar Al-Madina Cangkringan sebagai tempat kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak di tempat ibadah.

Amir Fauzi berharap, kegiatan yang sangat positif ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan yang tempatnya berpindah-pindah, dari satu masjid ke masjid lainnya di wilayah kapanewon Cangkringan.

Dengan kegiatan ini diharapkan terjalin komunikasi dan silaturahmi atar pengurus takmir masjid. Di antara mereka dapat saling memberikan informasi dan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi, termasuk permasalahan kekerasan seksual pada anak.

Masjid Besar Al-Madina telah ditetapkan sebagai Masjid Ramah Anak dan telah mendapatkan bimbingan dan pendampingan oleh Tim Masjid Ramah Anak Kabupaten Sleman.

Semua pengurus Takmir Masjid di kapanewon Cangkringan kiranya dapat menjadikan Masjid Besar Al-Madina Cangkringan sebagai rujukan dalam mengembangkan Masjid Ramah Anak di masjidnya masing-masing, demikian pungkas Amir Fauzi.

Panewu Anom Kapanewon Cangkringan, H. Dakiri, S.Sos., M.Si., dalam Kata Sambutannya menyampaikan, kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak di tempat ibadah ini sangat positif. Masa depan dan hak-hak anak harus dilindungi.

Kekerasan seksual pada anak akan berdampak negatif dalam perkembangan psiko sosial anak yang bersangkutan. Jiwa anak menjadi trauma, hubungan sosialnya terganggu dan kesehatan reproduksinya terancam.

Jika anak korban kekerasan seksual hamil, kemudian menikah di bawah umur, maka dikhawatirkan akan melahirkan generasi yang stunting. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah lima tahun).

Lahirnya anak stunting ini harus dicegah. Di antaranya dengan mencegah kekerasan seksual pada anak oleh siapa pun dan di mana pun, termasuk di tempat ibadah masjid, demikian Panewu Anom Cangkringan ini mengakhiri kata sambutannya.

Ada dua materi utama dalam kegiatan sosialisasi ini. Pertama: Materi Menuju Masjid Ramah Anak oleh Eko Mardiono, S.Ag., MSI., Ketua Takmir Masjid Besar Al-Madina dan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kapanewon Cangkringan Kabupaten Sleman.

Kedua: Materi Waspada Tarhadap Kekerasan Seksual pada Anak oleh Sri Wandansari Agustin, SKM dari Sub. Koordinator Perlindungan Anak Dinas P3AP2KB Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

Eko Mardiono mengawali materinya dengan menyampaikan beberapa dasar hukum pembangunan Masjid Ramah Anak. Di antaranya dasar hukum tentang Pendirian Tempat Ibadah, tentang Penetapan Masjid Wilayah, tentang Standar Pengelolaan Masjid, dan tentang Standar Managemen Masjid.

Lebih lanjut Eko Mardiono menyampaikan materi tentang Tata Organisasi Takmir Masjid, yang terdiri dari Bidang Idarah (Administrasi Masjid), Bidang Imarah (Kemakmuran Masjid), dan Bidang Ri’ayah (Bangunan dan Sarana Prasarana Masjid) .

Disampaikan juga tentang Pengukuran Arah Kiblat Masjid. Pengukuran arah kiblat ini dapat langsung diukur oleh Tim berdasarkan azimut matahari dan dapat berdasarkan Rasydul Qiblat (bayang-bayang Ka’bah saat matahari tepat berada di atas bangunan Ka’bah).

Rasydul Qiblat di wilayah DIY terjadi setiap tanggal 28 Mei pukul 16:18 WIB dan 16 Juli pukul 16:27 WIB. Pada waktu itu bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, misalnya kusen kayu jendela, supaya ditandai dan digaris. Garis menurut bayang-bayang kusen kayu jendela itulah arah kiblat masjid yang bersangkutan.

Baca: Rasydul Qiblat Masjid Ussisa Alattaqwa Geblog, Cangkringan,Sleman

Selanjutnya Eko Mardiono menyampaikan tentang Unsur dan Sasaran Masjid Ramah Anak. Yaitu: (1) Bangunan Masjid; (2) Pengurus Takmir Masjid; (3) Anak itu sendiri; (4) Orang Tua dan Masyarakat; dan (5) Sarana Prasarana Masjid. Semua unsur ini harus berperilaku dan dalam kondisi serta mendukung penciptaan Masjid Ramah Anak.

Baca: Pedoman Mengembangkan Masjid Ramah Anak

Harapan yang ingin dicapai dari Masjid Ramah Anak adalah Pertama: Terwujudnya masjid yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak dengan tidak adanya kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, baik di dalam atau di lingkungan masjid, baik dilakukan oleh pengelola masjid atau oleh sesama jemaah di masjid.

Kedua: Terbentuknya perilaku yang berperspektif anak di kalangan Pengurus Masjid, Tim Pelaksana, jemaah masjid maupun orang tua yang anaknya beraktifitas di masjid. Ketiga: Meningkatnya partisipasi anak dalam aktifitas kemasjidan yang ramah anak.

Keempat: Menjadikan masjid sebagai salah satu bagian dari aktifitas keseharian anak. Kelima: Menjadikan masjid sebagai salah satu bagian dari Pusat Kreatifitas Anak yang berperan dalam menciptakan kegiatan yang positif, sekaligus tempat pembentukan karakter anak.

Eko Mardiono juga menyampaikan cara menggapai harapan Masjid Ramah Anak. Pertama: Membimbing dan mengarahkan anak saat di rumah oleh orang tuanya masing-masing dan saat di masjid oleh Pengurus Takmir Masjid  bersama-sama dengan para jemaah.

Kedua: Menerapkan Tuntunan Shalat Berjamaah menurut ajaran Islam saat di antara jamaah shalatnya ada yang anak-anak. Misalnya sebagaimana hadis Nabi SAW riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW yang sedianya akan memperpanjang shalat jamaahnya, tetapi berubah mempersingkat ketika mendengar tangisan anak.

Ketiga: Memberikan Pendidikan Seks bagi Anak sejak dini. Yaitu: (1) Memperkenalkan batas aurat kepada anak sejak kecil. (2) Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan anak perempuan.

(3) Menanamkan fitrah jenis kelaminnya, yaitu maskulinitas bagi anak laki-laki dan feminitas bagi anak perempuan. (4) Menanamkan kebiasaan meminta izin saat anak akan masuk ke kamar orang tuanya. (5) Mendidik anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin.

Baca: Materi Masjid Ramah Anak Tiadanya Kekerasan Seksual pada Anak

Sesi kedua adalah penyampaian materi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak di Tempat Ibadah oleh Sri Wandansari Agustini, SKM dari Sub Koordinator Perlindungan Anak P3AP2KB Kabupaten Sleman.

Di awal materinya, Sri Wandansari menyampaikan dasar hukum pencegahan kekerasan seksual pada anak. Yaitu UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Yang dimaksud kekerasan seksual terhadap anak adalah tindakan pemaksaan atau bujukan untuk melakukan kegiatan seksual terhadap anak dengan tujuan kepuasan pribadi pelaku.

Kekerasan seksual terhadap anak ada 2 (dua) bentuk, yaitu (1) Kekerasan seksual terhadap anak dalam kehidupan nyata, dan (2) Kekerasan seksual terhadap anak dalam dunia maya (online).

Kekerasan seksual terhadap anak dalam kehidupan nyata dapat berupa: (a) Sentuhan atau rabaan terhadap bagian-bagian tubuh pribadi anak. (b) Memaksa atau membujuk anak agar memperlihatkan bagian-bagian tubuh. (c) Memaksa melakukan hubungan seksual. (d) Memperlihatkan alat kelamin terhadap anak.

Adapun Kekerasan seksual terhadap anak dalam dunia maya (online) dapat berupa bujuk rayu, pesan-pesan seksual, dan ekploitasi seksual online.

Bujuk rayu yaitu berupa mengajak anak berteman dengan menjalin hubungan erat secara emosi dan mengarahkan anak melakukan kegiatan seksual.

Pesan-pesan seksual yaitu berupa menerima dan mengirimkan pesan-pesan, foto-foto, video-video yang bertalian dengan seksual.

Eksploitasi Seksual Online berupa mengajak anak-anak untuk berfoto dan membuat video-video porno untuk diperjualbelikan.

Semua bentuk kekerasan seksual pada anak di atas tidak boleh terjadi dan harus dicegah. Yaitu dengan cara: Pertama: Kenalkan pada anak nama, jenis kelamin dengan benar, bagian yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain, mengajarkan nilai agama dan norma sosial, dan mengenal teman-teman anak.

Kedua: Beri batasan, yaitu siapa yang boleh dan tidak boleh, bangun budaya malu pada diri anak, dan kapan orang lain boleh membantu.

Ketiga: Mampu menjaga diri. Mengajarkan pada anak untuk menjaga diri tatkala ada upaya pelecehan seksual. Yaitu berlari menjauhi orang tersebut. Berteriak minta tolong. Melaporkan kejadian kepada orang tua/guru. Selektif dan menjaga diri dari dunia digital.

Sri Wandansari Agustini, SKM, narasumber dari P3AP2KB Kabupaten Sleman ini juga menyampaikan bahwa peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di wilayah kabupaten Sleman, termasuk di tempat ibadah, masih tergolong tinggi.

Baca: Data Kekerasan Seksual di Daerah Istimewa Yogyakarta

Umu Kulsumi, narasumber dari Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Sleman, mengingatkan jangan sampai terjadi kekerasan seksual pada anak, termasuk di tempat ibadah.

Hal itu karena anak yang menjadi korban akan menjadi hancur masa depannya. Pelakunya pun diancam hukuman penjara 5-15 tahun dengan denda maksimal 5 milyar rupiah. (Difa)

Masjid Ramah Anak Terbebas dari Kekerasan Seksual

Oleh: Eko Mardiono, S.Ag., MSI.